Iklan Billboard 970x250

Shalat Sunnah (Tathawwu’)|fiqih ibadah

Shalat Sunnah (Tathawwu’)|fiqih ibadah

Kedudukan  Shalat Sunnah (Tathawwu’)

Hal yang afdhal dalam shalat sunnah (tambahan dari shalat fardhu) adalah dikerjakan dirumah, merujuk hadis Zaid bin Tsabit dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: “Sesungguhnya shalat seseorang yang paling afdhal adalah yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat wajib.” Berdasarkan penuturran Abdullah bin Safiq: aku pernah bertanya pada Aisyah ra. Mengenai shalat qabliyah (sunnah) Rasulullah SAW. Ia menjelaskan: beliau shalat qabliyyah zuhur empat rakaat di rumah, kemudian keluar, lalu mengimami shalat orang-orang, kemudian kembali ke rumahku, lalu mengerjakan shalat dua rakaat. Beliau mengimami shalat, magrib orang-orang di masjid, kemudian kembali ke rumahku mengerjakan shalat dua rakaat. Beliau mengimami shalat isya’ orang-orang, kemudian kembali ke rumahku mengerjakan shalat dua rakaat.
Hal itu dilakukan demi menghindari sifat pamer, dan agar rahmat Allah SWT turun di rumahnya, begitu juga malaikat-malaikat-Nya dan demi menjauhkannya dari setan-setan. Hal ini berlaku bagi selain shalat-shalat sunnah yang telah ditetapkan syara’ agar dijalankan di luar rumah, antara lain: dua rakaat thawaf, ihram, tahiyyatul masjid, tarawih, istisqo, gerhana, dan shalat ‘id.
MENGQADHA SHALAT RAWATIB
Mengqadha shalat rawatib disyariatkan, Karena Nabi Muhammad SAW pernah mengqadha sebagaimananya, sehingga yang lain dapat diqiyaskan padanya. Hal ini tampak dalam penuturan Ummu Salamah ra. Rasulullah SAW shalat (zuhur), lalu beliau disibukkan dengan harta sumbangan. Beliau pun duduk membagi-bagikannya hingga mu’adzin datang mengumandangkan shalat asar. Beliau lantas shalat asar kemudian pergi ke temapatku (kebetulan hari itu adalah giliranku). Dirumahku beliau shalat dua rakaat singkat, maka aku bertanya. “Apa gerangan dua rakaat ini, wahai Rasulullah? Apakah kau memerintahkannya? Beliau menjawab, “Tidak, tetapi keduanya adalah dua rakaat yang biasanya aku tunaikan setelah shalat zuhur, namun karena sibuk membagi harta ini aku tidak sempat menunaikan hingga mu’adzin datang mengumandangkan azan, dan aku tidak ingin meninggalkannya (HR. Bukhari Muslim). Ketentuan ini dipegang oleh kalangan ulama mazhab Syafi’I dan imam Al-Auza’i
Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Posting Komentar

Iklan Tengah Post